Selasa, 09 November 2010

BUDAYA JAJAN ANAK SEKOLAH, SEHATKAH?

Anak merupakan anugerah  terindah yang diberikan oleh Sang Maha Pencipta kepada orang tua. Anak yang sehat merupakan harapan terbesar yang diinginkan oleh para orang tua. Jika anak-anak masih berada pada usia balita, sebagian besar orang tua dapat memantau apa saja yang dikonsumsi oleh anak. Tetapi kondisi tersebut tidak bertahan lama,  ketika anak-anak sudah memasuki usia sekolah dasar.  Anak  mulai dapat menentukan sendiri makanan apa yang dinginkannya ketika berada di lingkungan sekolah. Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa tumbuh kembang anak juga ditentukan oleh lingkungan lain yang berbeda dari lingkungan tempat tinggalnya. Anak-anak telah menjadi monopoli berbagai pihak yang mencoba meraup keuntungan. Anak bahkan menjadi sasaran empuk para produsen penghasil makanan  jajanan yang tidak bertanggung jawab atas makanan jajanan yang didagangkannya. Seperti misalnya hadirnya zat-zat berbahaya yang dengan sengaja dicampurkan dengan bahan lain dalam proses pemasakan makanan tersebut.
Banyaknya para pedagang jajanan yang hadir di lingkungan sekolah anak, ternyata semakin mengakrabkan mereka dengan sajian makanan yang mengandung  bahan pewarna berbahaya dan jenis bahan kimia lainnya yang selalu dicampurkan oleh para pedangang ke dalam makanan jajanan. Selain  itu untuk menarik perhatian anak,  tak jarang makanan di jual dengan harga murah, dan perpaduan kemasan yang lebih menarik. Kemudian  menyajikannya di sekitar lingkungan sekolah, sehingga mudah bagi anak- anak untuk mendapatkannya.
Hadirnya para pedagang tersebut, ternyata tidak terlepas dari kebiasaan jajan yang telah menjadi budaya bagi anak dikala mereka duduk di bangku sekolah. Rasanya  ada anggapan tidak tepat jika orang tua tidak memberikan uang jajan kepada anak yang akan berangkat sekolah. Selain itu lemahnya kontrol yang diberikan oleh orang tua dan para guru turut memperlancar kebiasaan anak untuk jajan, tanpa adanya pengetahuan yang jelas tentang makanan jajanan yang dikonsumsi.
Sehingga membeli jajan menjadi sebuah rutinitas yang terbangun sebagai pola yang wajib mereka jalani ketika mereka berada di lingkungan sekolah. Sebagai contoh, jam istrahat menandakan bahwa mereka dapat dengan leluasa memilih makanan jajanan yang mereka sukai, atau jika mereka mendapat rekomendasi dari teman lainnya maka anak-anak pun akan cepat mengkonsumsi makanan jenis baru yang terkadang kandungannya tidak jauh berbahaya dari makanan yang sebelumnya mereka konsumsi.
Selain itu pesan terakhir yang mereka terima dari guru, sebelum menikmati waktu istrahat di sekolah, tidak secara tegas menjelaskan pentingnya memakan makanan yang sehat dan bersih, dengan penjelasan tambahan berupa penyakit yang akan mereka derita jika memakan makanan yang mengandung bahan kimia berbahaya tersebut.  
Kesemuaannya memperlihatkan lemahnya kontrol kesehatan bagi  anak-anak kita ketika mereka berada pada lingkungan lain di luar rumah.  Selain lemahnya kontrol kesehatan terhadap makanan yang dikonsumsi, anak  juga tidak akrab dan tidak mengenal jenis sayuran bergizi yang baik untuk mereka konsumsi. Mereka semakin jauh dari pendidikan tentang makanan sehat.
Kondisi ini  rill dan membahayakan bagi anak, karena tak jarang mereka pulang ke rumah dengan kondisi kenyang dan malas untuk mengkonsumsi makanan yang telah disajikan secara higienis oleh orang tua mereka. Bahkan tak jarang makanan yang disajikan tersebut tidak akan dikonsumsi, karena mereka tidak menyukainya, dengan beragam alasan, seperti pahit dan bau.
Makanan Rumah Kalah Tenar dengan Makanan Jajanan
Mengapa anak-anak kita tidak menyukai makanan yang disajikan oleh orang tuanya, apalagi makanan tersebut mengandung sayuran hijau, rasanya mereka ingin muntah apabila mereka harus mengkonsumsi makanan tersebut. Kebanyakan orang tua hanya memarahi anak-anak mereka jika tidak mau mengkonsumsi sayur, tanpa adanya alasan jelas yang diterima anak, mengapa harus mengkonsumsi sayuran tersebut.
Minimnya  komunikasi dua arah yang dilakukan orang tua tentang makanan bergizi yang seharusnya dikonsumsi oleh anak merupakan salah satu penyebabnya, sehingga anak  pun tidak mengenal sayuran, orang tua hanya menghadirkan sayuran untuk sajian makanan yang dihadirkan di rumah, sedangkan anak-anak tidak mengenal sayuran tersebut dan alasan mengapa mereka harus mengkonsumsinya. Sangat disayangkan memang karena lemahnya komunikasi kesehatan berakibat fatal dengan munculnya kasus-kasus gizi buruk yang terkadang selalu di identikkan dengan kemiskinan. Jika sebahagian kasus mal nutrition benar terjadi karena ketidakmampuan orang tua untuk memberikan makanan bergizi bagi anak-anaknya, tak jarang kasus tersebut juga dipacu karena minimnya komunikasi tentang makanan sehat yang terbina antara ibu dan anak ketika mereka berada di dalam rumah.
Anak-anak lebih mengenal coklat dan permen, karena itulah yang sering mereka lihat dalam bentuk iklan dengan sajian menarik serta  intensitas waktu yang terus menerus,  maka tidak dapat dipungkiri anak lebih mengenal makanan tersebut.
Megapa Memberi Jajan Anak
Kebanyakan orang tua memberikan uang jajan kepada anaknya agar anak dapat menikmati bagaimana rasanya pergi membeli makanan jajanan bersama teman-teman mereka, bahkan tak jarang jika anak-anak yang tidak mendapatkan jajan dari orang tua, selalu dikucilkan dalam pergaulan mereka. Banyak alasan yang hadir dari anak kita, bahwa jika mereka tidak mendapatkan jajan maka akan dijauhi teman-teman. Ternyata uang jajan juga telah menjadi faktor penentu keberadaan anak  dalam lingkungan sekolah. Sangat disayangkan jika anak-anak kita sedini mungkin telah dapat menilai status sosial teman lainnya dengan banyaknya uang jajan yang diberikan oleh orang tua mereka.
Maka berbagai faktor telah mempengaruhi kebiasaan jajan di luar yang dilakukan anak-anak kita, yaitu mudahnya mereka mendapatkan makanan jajanan tersebut, selain itu minimnya komunikasi kesehatan yang terbina antara orang tua, guru dan anak tersebut turut memperparah tingkat konsumsi jajanan tersebut. Selain itu kuatnya budaya sekolah yang tercipta  semakin mendukung aktifitas jajan yang selalu dilalukan anak.
Maka sadarkah kita bagaimana kondisi kesehatan yang tercipta ketika anak berada di lingkungan sekolah jauh dari kontrol orang tua.  Begitu juga dengan minimnya perhataian guru sebagai aktor pengganti orang tua ketika anak berada di lingkungan sekolah. Lindungilah anak-anak kita dari pengaruh budaya sekolah dan rutinitas jajan tanpa adanya pengetahuan tentang kelayakan makanan yang dikonsumsi. Tanggung jawab kesehatan anak berada di tangan kita selaku orang tua yang sedianya ingin memberikan perlindungan terhadap kesehatan anak-anak kita.

(tulisan ini mengidentifikasikan bagaimana sebenarnya kebiasaan jajan yang dilakukan anak-anak kita, seberapa jauh mereka mengenal makanan sehat dan makanan yang tidak sehat, makanan yang mereka konsumsi. Sehingga dapat kita ketahui bersama bahwa kebiasaan jajan ada pada anak juga terbentuk dari rutinitas sekolah yang beranggsur telah menjadi budaya yang harus mereka jalani ketika berada di lingkungan sekolah.